Pembalut Kain Siklus
Para ibu di satu dusun di Wonosobo, Jawa Tengah dalam satu
tahun ini menggunakan pembalut yang terbuat dari kain, namun banyak yang
mempertanyakan kebersihan pembalut yang dapat dipakai ulang ini.
Pembalut kain yang telah dikembangkan dalam satu tahun ini
dibuat karena keprihatinan dalam pembuangan sampah, terutama sampah plastik di
dusun Depok, Kabupaten Wonosobo.
Banyak yang mempertanyakan kebersihan pembalut ini melalui
Facebook BBC Indonesia, termasuk Dewi Sari yang menulis, "Tidak bagus
untuk personal femine hygiene," dan Mauriece Bachtera Bodlund yang
mengatakan, "Nggak hygienis yg dipake ulang. Bisa kena infeksi dan tumbuh
jamur."
Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, Rudiyanti, seorang
dokter kandungan di Jakarta mengatakan dari sisi kebersihan, justru kain adalah
"yang paling bersahabat dengan kulit manusia."
Setahun tanpa pembalut sintetis di Wonosobo
Cerita Elis yang menyediakan perpustakaan di angkota Bandung
"Dari sisi hygiene asal darah dicuci secara bersih dan
dikeringkan dan bisa dipakai lagi. Tujuannya hanya untuk menampung
(darah)," kata Rudiyanti.
pembalut
kain
Pembalut kain ini dibuat para ibu di Wonosobo.
"Justru kain adalah bahan yang sangat ramah kulit
dibandingkan bahan kertas, dari kain itu bahan yang sangat bersahabat dengan
kulit manusia. Zaman sekarang (orang ingin yang) praktis, habis dipakai dibuang
sampai ada celana dalam dari kertas. Sebenarnya yang paling baik dari bahan
kapas (kain)," tambahnya.
Apa yang dilakukan oleh perempuan di Wonosobo dalam
mengembangkan pembalut daur ulang ini juga didukung oleh pemerintah desa
setempat. Desa menerbitkan Peraturan Desa (Perdes) pada 2015 yang mewajibkan
para perempuan di empat dusunnya menggunakan pembalut kain yang diproduksi
sendiri oleh para penjahit lokal.
Agus Martono, Kepala Desa Wulungsari mengatakan, "Warga
yang masih menggunakan pembalut sintetis, kita lakukan pembinaan. Kita kasih
masukan dan motivasi sehingga hampir semua perempuan di sini sudah menggunakan
pembalut ramah lingkungan."
Operasi dan pertolongan persalinan pakai kain
pembalut sintetisHak atas fotoTHINKSTOCK
Pembalut sintetis terbuat dari kertas.
Bijaksana Junerosano dari organisasi lingkungan,
Greeneration Indonesia mengatakan manajemen persampahan di Indonesia
"belum mumpuni" dan sulit untuk melakukan daur ulang sendiri di
rumah.
Pernyataan soal ramah lingkungan juga diangkat sejumlah
pembaca BBC Indonesia melalui Facebook.
Anna Denquixote, di antaranya menulis, "Zaman dulu juga
pakai kain...yang pasti sebelum dipakai dicuci dululah..memang yang belum
terbiasa pikiran jijik...tapi menurutku lebih bagus," dan Antaka Wulan
mengatakan, "Gak ada yang peduli dengan lingkungannya. Egois mementingkan
diri sendiri. Mikirin penyakitnya di diri sendiri. Bumi ini lebih sakit karena
salah satu sampah pembalut wanita atau popok bayi ya sama aja. Yang walaupun
ditimbun enam tahun gak terurai."
Kebijakan penggunaan kain pembalut ini dituangkan dalam
peraturan desa.
Kain, selain ada yang menggunakan sebagai pembalut, juga
dipakai di kamar operasi, menurut dokter kandungan, Rudiyanti.
"Pertolongan persalinan dan operasi juga dipakai kain
untuk menutupi bagian ibu yang tidak dioperasi. Itu pasti kena darah dan dicuci
dengan detergen dan bisa dipakai lagi. Yang penting bersih dan bisa dipakai
kembali untuk pasien lain," kata Rudiyanti.
"(Untuk pembalut) asal dicuci secara benar, metodenya
hanya menampung darah menstruasi, dikeringkan dan bisa dipakai lagi,"
tambahnya.
Di India, seorang pria, yang membuat handuk pembalut murah
untuk perempuan tidak mampu, meraih penghargaan Raymon Magsaysay tahun lalu.
Organisasi Ansahu Gupta membuat pembalut kain itu untuk
membantu 70% perempuan India yang tidak mampu mendapatkan pembalut sintetis.
copas by:BBC.com
Komentar
Posting Komentar